بسم الله الر حمن الرحيم
السلا م عليكم ورحمة الله وبركا ته
Sudah lama ni sobat Gina gak nge-post, soalnya Gina
bingung juga mau nge-post apaan. Tapi sekarang Gina mau posting novel nih
sobat, tapi bukan karyanya Gina, hehe. Novel yang akan Gina posting kali ini
judunya “APA KABAR, CINTA ?” karyanya mbak Izzatul Jannah. Ceritanya bagus
banget lho sobat, nyesel deh kalau gak baca. Banyak pelajaran juga yang dapat
kita ambil dari cerita ini. Oke lah ini dia part 1 nya. Selamat membaca ^_^
PART 1
Di hari yang panas ini aku adalah
pipit kecil yang mencoba mengepakkan sayapnya sendirian, jauh dari sarangnya
yang hangat dan pelukan induknya yang menenangkan. Mencoba mencari haikat
kehidupan dengan berjuta penasaran bersarang di atas kepala.
Pffff...ini kost-kost-an kesekian yang
aku masuki, belum sreg juga!! Panas. Capek. Hauss, ih... susah sekallleee...
cari kost! Aku menggerutu panjang pendek. Mommy siiih... pakai nyuruh kost
segala, padahal jarak kampus dan rumahku paling banter 20 km. Kan bisa naik
motor? Tapi itu wasiat mommy yang terakhir sebelum beliau meninggal. Menempati
rumah sendiri meski sudah tidak ada mommy, pasti akan selalu membuatmu sedih,
begitu yang ditulis mmommy dalam surat terakhirnya... oh mommy, miss you so
much. Hhhhhh...
Pernah sih terlintas kembali ke
Amerika dan tinggal di ruma daddy. Tapi bukankah itu akan menyakitkan hati
mommy, meski ia sudah meninggal? Sampai meninggalnya mommy masih sakit hati
pada papa yang menularkan AIDS padanya. Haruskah aku mengkhianati mommy dengan
kembali ke Amerika?
“Haloo? Kulonuwuunn…?” sapa Venska
keras-keras. Cuek ajah. Habis, haus! Eh, ada cowok! Wow… wow… ckckckck… keren abis!!
Bukan… bukan tampangnya…, bukunya!! Dia lagi baca catatan harian seorang
demonstrannya Soe Hok Gie. Gile beneer!!!
“Ya? Cari siapa?” sebentuk kepala
dengan mata sipit karena mengantuk nongol dari balik pintu. Venska terkesiap
kaget. Uh, gara-gara Soe Hok Gie!
“Eh, eh… nggak cari siapa-siapa tuh…!” jawab Venska spontan.
“Hhhhhh!!...
iseng!!” bentak wajah ngantuk itu. Blamm!!! Pintu dibanting.
Sialan. Kenapa aku jadi belepotan
begini?
Tok… tok, diketuk lagi pintu itu.
Wajah itu menyembul lagi, kali ini
dengan mata terbelalak karena sebel.
“Ma…af Mbak, maksud saya, saya nggak
cari siapa-siapa…”
Blammmm!! Pintu dibanting lahi, oh
God!
Tok… tok…, wajah itu menyembul kali
ini dengan mulut monyong beberapa senti.
“Saya cari kost…Mbak…,” kata Venska pelan.
“Oohhh cari kost.
Bilang kek dari tadi…, masuk deh… Mbak Tariiiii!!! Ada EnSi…,” mbak
yang membanting pintu di depan hidungku itu, kemudian membanting pintu
kamarnya. Bllaaammmm!! Bujubune, penyakit kok banting pintu. Amit-amiiit deh!
Sesosok berambut ombak sebahu,
tinggi semampai dengan kulit bersih dan sebuah tahi lalat di sudut bibirnya,
menyambutku ramah. Bicaranya teratur, satu-satu
seperti irama adante, kecepatan sedang. Aku terkesan. Darinya aku tahu, di sini
ada istilah EnSi, untuk pendatang baru. N. C. means New Comer, gitu aja kok
repot.
Akhirnya, I
made up my mine. Aku pilih kost ini. Kenapa? Asyik
sih, ada mbak tukang banting pintu, namanya Ade. Ada Mbak Rosa yang mungil
berbibir merah dan—sorry, jangan mikir jirik lho—basah. Ada Romy yang
tuoommmboy asli, garansi seratus persen! Lihat tongkrongannya, pakai Harley,
bo! Ada Mbak Tari yang kalem seperti irama adante. Dan hari ini tambah aku,
Ravenska Sovetzkaya. Blasteran Jawa-Cheko, yang manis seperti gula. Cieeeee!!
***
Venska masih membersihkan kamar,
menyapu lantai, memasang sprei, membongkar kardus berisi buku-buku, kaset, CD,
sambil mendengarkan Chopin dengan Etude E-nya. Lh… debu banget ni kamar, mana
nggak bawa kemoceng. Jadi inget mommy. Makanya kost biar mandiri. Nggak manja!
Manja, manja… mandi jarang, kali!
Suara tak –tok tukang bakso
mengkilik-kilik perut Venska. “Mana mangkokku?” Ia nyambar mangkok sambil
berteriak memanggil tukang bakso, berlari ke depan masih dengan celana pendek
dan kaus ngatung yang bikin pusernya keliatan.
Deeee… cowok dengan Soe Hok Gie di
tangan masih nongkrong di depan kost. Di sebelahnya ada yang baca Koran.
Keduanya melengak, pembaca Soe Hok Gie langsung melengos ketika bertatapan dengan
Vensk, sementara yang satunya melototinya. Dasar buaya! Eh, pembaca Soe Hok Gie
beranjak dari duduknya sambil memukul kepala temannya dengan bukunya. Uh…
sombong lu!
“Hai…, orang baru ya? Kenalan dong…”
Pembaca Koran itu mendekat. Venska terpaksa tersenyum. Ia membiarkan tangan
yang terjulur itu tanpa sambutan, Venska menyebutkan nama. Oo, namanya Arman.
Pembaca Soe Hok Gie itu, siapa namanya? Dia kost di sebelah. Persis di samping
kamar Venska.
Malam ini untuk pertama kalinya
Venska tidur di kost. Fuuhh…, susah banget mau tidurnya. Mana tadi sempat ada
insiden kecil ketika seluruh anggota kost ngumpul. Romy ngotot pingin pindah patner
giliran piket dengan Venska. Dulunya sama Mbak Rosa. Kenapa ya? Untung Mbak
Adante, eh Mbak Tari, nengahin. Bulan depan baru boleh pindah patner dan harus
seperti biasa, diundi.
Duh, laper sekali mommy…! Jam berapa
sekarang? Jam sebelas malam, bikin mie rebus ah….,
“Astaggaaa… eh, maaf… maaf…”
Venska kaget ketika menyalakan lampu
kamar tamu. Sepasang makhluk berlainan jenis
ada di kursi pojok. Rapet banget. Lengket seperti perangko dan amplop. Mereka
tampaknya juga kaget, seketika menjauh satu sama lain ketika lampu terang
benderang. Mbak Ade dan pacarnya.
Venska memang
cantik bak pualam. Kulitnya putih dan matanya kecoklatan dengan rambut keriting
agak pirang. Pacar Mbak Ade memelototinya, seperti Arman tadi siang. Mbak Ade
sampai mencubitnya keras-keras. Venska tertawa dalam hati. Habis ini pasti
perang deh. Sukurin!! Salahnya sendiri melanggar peraturan. Semestinya jam
sepuluh malam sudah tidak boleh ada tamu lagi. Dasar!!
***
Untuk part
ke-2 nya ditunggu ja ya sobat. Upss… jangan
lupa komentarnya ya…^_^
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuswew namaku dijadikan tokoh, baik venska maupun arman wkwk
BalasHapusterima kasih, salam kenal