Selasa, 18 Desember 2012

Apa Kabar, Cinta? Part 2



Ini dia sobat lanjutan cerita novel APA KABAR, CINTA ? selamat membaca ya….
PART 2

Hari pertaman masuk fakultas ilmu social politik. Gileee beneerrr! Venska jadi tontonan! Topeng monyet kali ya? Disuit-suitin segala. Malah ada yang manggil-manggil, bule… bule! Hhhhh dasar pribumi! Nggak pernah lihat orang kulit putih. Hehehe…
            Eh, si ‘Sie Hok Gie’ kuliah di fisip juga rupanya. Tuh kan…, sombong huh!
            “Addduuuh….!!” Seseorang berteriak karena Venska menubruknya.
Eh… sorry… sorry…, nggak sengaja!”
Venska mengusap-usap keningnya yang memerah karena menabrak seseorang.
“Gimana, sih…, hati-hati dooong kalau jalan. Lihat-lihat kek!!”
Mereka saling bersitatap. Tiba-tiba keduanya tergelak sambil saling menuding jidat. Dahi mereka sama-sama benjol.
“Tia Rahmawati, kamu?” tanyanya.
“Venska, Ravenska Sovetzkaya…,” jawab Venska sambil nyengir nakal. Rasanya cewek yang satu ini enak buat sohiban.
Akhirnya mereka berdua asyik ngerumpi bareng di kantin.
“Ngapain kamu ke Indonesia?” Tanya Tia sambil mengunyah bakwan.
“Hhhmmmm, seneng aja. Emang nggak boleh?” tanya Venska cuek.
 “Yaa… kan, pasti ada alasan tertentu yang lebih spesifik gitu…”
“Lagak lu kayak wartawan aja!!”
“Habis, universitas ini kan jarang dikunjungi bule! Jadi pantes dong kalau aku heran…”
“Mommy-ku yang tinggal di Indonesia baru saja meninggal enam bulan yang lalu. Aku yamg merawat dan menungguinya sebelum meninggal. Dan…, beliau memintaku untuk kuliah di sini…, pahammmm?!”
Tia mengangguk-angguk seperti burung pelatuk.
            “Eh, ngomong-omong…, kamu sudah isi biodata untuk senat, belum?” Tanya Tia lagi. Venska menggeleng.
            “Nih, diisi, nanti dikumpulkan sama kakak yang itu…” Tia menunjuk seseorang dengan dagunya. Ha? Si ‘Soe Hok Gie’?
            “Emang dia siapa?”
“Deee… kuper, kurin, kur-aj hehehe…. Dia kan Prastomo. Ketua senat…”
Mulut Venska membulat, O. Mau ketua senat kek, ketua RT kek, MPR kek, masa bodo. Terus-terang, aku rada tersinggung sama dia, batin Venska.
Ups! Ada kolom agama? Aduuuuhhh, waktu UMPTN kemarin kuisi apa ya? Ikut daddy apa mommy. Kalau daddy-ku Islam (di ID-nya tertulis gitu), mommy Kristen Anglikan. Hhhh… apa ya? Oh-oh… kayaknya aku tulis Islam deh. Tapi nanti kalau disuruh baca, aduuuh…, apa kitabnya? O ya, Alquran, gimana? Ck… gampang, ngabur ja beres. Dulu waktu kelas 1 dan 2 di Philadelphia High Scool nggak pernah ada pelajaran agama sih, di Indonesia aja ada! Tapi kan aku ngabur terus dulu! Makanya dapet lima hehehe…
“Heh, gini ya? Senyam-senyum sendiri…!” ledek Tia sambil meletakkan telunjuknya ke jidat dengan posisi miring. Venska nyengir.
“Vens… kuliah perdana ikut nggak?” sikut Tia.
“Hhmmmm, ngabur ja yuk!” ajaknya nakal.
“Ogah ah, kan presensinya ketat,” tolak Tia.
“Yeee… penakut lu!” Venska mengulurkan biodata Senat padanya. Ia males ketemu Pras.
Akhirnya Venska ngabur sendirian. Ia mengayuh sepeda balapnya pelan-pelan, melewati lab. Komusikasi, mengidentifikasi kantin, eh… banyak orang di mushala. Ah, sebodo. Daddy-ku aja nggak pernah shalat, apalagi aku. Ye si ‘Soe Hok Gie’ eh Pras lagi…, sedang apa di mushala?
“De’, assalamu’alaikum…, Ravenska ya?”
Siapa lagi nih? Ia menatap sosok berbaju panjang dengan motiv bunga lili, berkerudung putih dengan bordir kecil-kecil di tepinya. Venska tidak menjawab salamnya, takut salah. Kok dia tahu namaku? Hhmmm, kebiasaan di High School terulang. Venska selalu jadi pusat perhatian. Cuping hidungnya kembang kempis karena bangga.
“Tidak ikut kuliah perdana?” ia bertanya lagi. Venska menggeleng, pelan.
“ikut kajian aja yuk! Bagus lho materinya. Tentang ‘Brain Drain’…,” katanya promosi. Venska mengerutkan keningnya.
“Brain Drain, apaan tuh?” kayak nama biskuit, batin Venska.
“Tentang para cendikiawan muslim yang lari ke negeri kafir. Ikut yuk?”
“Pematerinya Prastomo?”
“Iyaaa, itu lho, ketua Senat kita. Dia kan aktivis dakwah kampus juga, yuk!”
Akhirnya Venska ikut juga, iseng.
Duuuh…, pakai kerudung semua! Tengsin la yaaw… tapi biarin. Venska duduk di barisan paling depan. Ia menghadap lekat-lekat sang ketua senat. Ganteng juga. Mirip Muhammad Farhan. Hehehe…
Selama hampir dua jam, Venska terus menikmati wajah Prastomo, sementara Pras tak sedikit pun menatapnya, apalagi peserta kajian yang lain. Tak satu pun materi yang disampai-kan Pras nyampai di otak Venska. Istilah Arabnya banyak, pusiiing. Matanya menatapi Pras, sambil mikir yang nggak-nggak. Gimana ya, caranya menaklukkan cowok sombong yang satu ini? Di mana-mana aku selalu dikejar-kejar, sampai ada yang ninggalin kuliahnya untuk ikut ke Indonesia. Jadi inget Piet. Cowok Philadelphia yang akhirnya patah hati karena cintanya kutolak, padahal ia baik banget lho! Mosok makhluk satu ini sedingin es! Tapi sesuatu yang tak mudah diraih mendatangkan semangat untuk menaklukkannya, bukan? Seperti orang-orang ketika menyaksikan kuda liar menandak-nandak tak peduli, sangat membanggakan untuk sekadar duduk sekian detik di punggungnya. Prastomo meninggalkan mushala, lagi-lagi tanpa melirik Venska barang sedikit. Asem.
Kajian selesai. Venska masih duduk-duduk di mushala. Ada Mbak-mbak yang sedang baca Alquran, suaranya bagus. Kalau diterjemahkan di partitur not balok pasti susah. Tanpa sengaja jemarinya mengetuk-ngetuk, irama ngajinya enak sekali. Nada dasarnya pasti pakai minor, sedih. Tapi kayaknya masih bagusan Adagio Cantabile-nya Beethoven. Mommy, jadi inget setiap sore ia selalu memintaku memainkan Adagio Cantabile, atau Fuur Elise di piano…, Momm, I miss You… Venska menyelonjorkan kaki, matanya terpejam menikmati bacaan itu. Dadanya turun naik, nafasnya mulai teratur.
Seseorang menepuk-nepuk pipi Venska, lalu menggelitik pinggangnya. Venska mengge-liat ke kanan ke kiri. Melenguh dan menguap berkali-kali. Astagaaaa… tertidur aku rupanya?? Sesosok wajah perlahan menjadi terang sedang nyengir di depan hidungnya. Tia??!
“Ck… ck… ck…, yang laen pada kuliah, malah molor di sini!! Mana baju kamu horor lagi! Untung ada yang nyelimutin kamu!!” Tia marah-marah tidak karuan. Venska menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mushala sepi, mana mbak yang ngaji tadi ya? Suaranya bagus banget, kayak lullaby jadinya ngantuk. Venska membenahi kaus ngatungnya yang bikin puser kelihatan.
Siapa yang baik banget nyelimutin aku, ya?
“Nggak takut diperkosa, kamu?!” suara Tia masih sewot.
“Mosok iya, di tempat ibadah ada pemerkosa??” Venska cuek. Tia mendengus jengkel.
“Mau ikut brifing untuk opspek nggak ??” Mata Venska mengerjap-ngerjap keheranan.
“Deuuuuuu…, dasar!! Kuper, kurin…”
“Kur-aj!!!” sambung Venska cepat. Lalu ketanya yang ngakak terdengar lepas dan keras… Hahahaha…
***

Jangan lupa komentarnya sobat…!

Senin, 17 Desember 2012

Apa Kabar, Cinta?


بسم الله الر حمن الرحيم
السلا م عليكم ورحمة الله وبركا ته

Sudah lama ni sobat Gina gak nge-post, soalnya Gina bingung juga mau nge-post apaan. Tapi sekarang Gina mau posting novel nih sobat, tapi bukan karyanya Gina, hehe. Novel yang akan Gina posting kali ini judunya “APA KABAR, CINTA ?” karyanya mbak Izzatul Jannah. Ceritanya bagus banget lho sobat, nyesel deh kalau gak baca. Banyak pelajaran juga yang dapat kita ambil dari cerita ini. Oke lah ini dia part 1 nya. Selamat membaca ^_^

PART 1

            Di hari yang panas ini aku adalah pipit kecil yang mencoba mengepakkan sayapnya sendirian, jauh dari sarangnya yang hangat dan pelukan induknya yang menenangkan. Mencoba mencari haikat kehidupan dengan berjuta penasaran bersarang di atas kepala.
            Pffff...ini kost-kost-an kesekian yang aku masuki, belum sreg juga!! Panas. Capek. Hauss, ih... susah sekallleee... cari kost! Aku menggerutu panjang pendek. Mommy siiih... pakai nyuruh kost segala, padahal jarak kampus dan rumahku paling banter 20 km. Kan bisa naik motor? Tapi itu wasiat mommy yang terakhir sebelum beliau meninggal. Menempati rumah sendiri meski sudah tidak ada mommy, pasti akan selalu membuatmu sedih, begitu yang ditulis mmommy dalam surat terakhirnya... oh mommy, miss you so much. Hhhhhh...
            Pernah sih terlintas kembali ke Amerika dan tinggal di ruma daddy. Tapi bukankah itu akan menyakitkan hati mommy, meski ia sudah meninggal? Sampai meninggalnya mommy masih sakit hati pada papa yang menularkan AIDS padanya. Haruskah aku mengkhianati mommy dengan kembali ke Amerika?
            “Haloo? Kulonuwuunn…?” sapa Venska keras-keras. Cuek ajah. Habis, haus! Eh, ada cowok! Wow… wow… ckckckck… keren abis!! Bukan… bukan tampangnya…, bukunya!! Dia lagi baca catatan harian seorang demonstrannya Soe Hok Gie. Gile beneer!!!
            “Ya? Cari siapa?” sebentuk kepala dengan mata sipit karena mengantuk nongol dari balik pintu. Venska terkesiap kaget. Uh, gara-gara Soe Hok Gie!
            “Eh, eh… nggak cari siapa-siapa tuh…!” jawab Venska spontan.
            “Hhhhhh!!... iseng!!” bentak wajah ngantuk itu. Blamm!!! Pintu dibanting.
            Sialan. Kenapa aku jadi belepotan begini?
            Tok… tok, diketuk lagi pintu itu.
            Wajah itu menyembul lagi, kali ini dengan mata terbelalak karena sebel.
            “Ma…af Mbak, maksud saya, saya nggak cari siapa-siapa…”
            Blammmm!! Pintu dibanting lahi, oh God!
            Tok… tok…, wajah itu menyembul kali ini dengan mulut monyong beberapa senti.
            “Saya cari kost…Mbak…,” kata Venska pelan.
            “Oohhh cari kost. Bilang kek dari tadi…, masuk deh… Mbak Tariiiii!!! Ada EnSi…,” mbak yang membanting pintu di depan hidungku itu, kemudian membanting pintu kamarnya. Bllaaammmm!! Bujubune, penyakit kok banting pintu. Amit-amiiit deh!
            Sesosok berambut ombak sebahu, tinggi semampai dengan kulit bersih dan sebuah tahi lalat di sudut bibirnya, menyambutku ramah. Bicaranya teratur, satu-satu seperti irama adante, kecepatan sedang. Aku terkesan. Darinya aku tahu, di sini ada istilah EnSi, untuk pendatang baru. N. C. means New Comer, gitu aja kok repot.
            Akhirnya, I made up my mine. Aku pilih kost ini. Kenapa? Asyik sih, ada mbak tukang banting pintu, namanya Ade. Ada Mbak Rosa yang mungil berbibir merah dan—sorry, jangan mikir jirik lho—basah. Ada Romy yang tuoommmboy asli, garansi seratus persen! Lihat tongkrongannya, pakai Harley, bo! Ada Mbak Tari yang kalem seperti irama adante. Dan hari ini tambah aku, Ravenska Sovetzkaya. Blasteran Jawa-Cheko, yang manis seperti gula. Cieeeee!!
***
            Venska masih membersihkan kamar, menyapu lantai, memasang sprei, membongkar kardus berisi buku-buku, kaset, CD, sambil mendengarkan Chopin dengan Etude E-nya. Lh… debu banget ni kamar, mana nggak bawa kemoceng. Jadi inget mommy. Makanya kost biar mandiri. Nggak manja! Manja, manja… mandi jarang, kali!
            Suara tak –tok tukang bakso mengkilik-kilik perut Venska. “Mana mangkokku?” Ia nyambar mangkok sambil berteriak memanggil tukang bakso, berlari ke depan masih dengan celana pendek dan kaus ngatung yang bikin pusernya keliatan.
            Deeee… cowok dengan Soe Hok Gie di tangan masih nongkrong di depan kost. Di sebelahnya ada yang baca Koran. Keduanya melengak, pembaca Soe Hok Gie langsung melengos ketika bertatapan dengan Vensk, sementara yang satunya melototinya. Dasar buaya! Eh, pembaca Soe Hok Gie beranjak dari duduknya sambil memukul kepala temannya dengan bukunya. Uh… sombong lu!
            “Hai…, orang baru ya? Kenalan dong…” Pembaca Koran itu mendekat. Venska terpaksa tersenyum. Ia membiarkan tangan yang terjulur itu tanpa sambutan, Venska menyebutkan nama. Oo, namanya Arman. Pembaca Soe Hok Gie itu, siapa namanya? Dia kost di sebelah. Persis di samping kamar Venska.
            Malam ini untuk pertama kalinya Venska tidur di kost. Fuuhh…, susah banget mau tidurnya. Mana tadi sempat ada insiden kecil ketika seluruh anggota kost ngumpul. Romy ngotot pingin pindah patner giliran piket dengan Venska. Dulunya sama Mbak Rosa. Kenapa ya? Untung Mbak Adante, eh Mbak Tari, nengahin. Bulan depan baru boleh pindah patner dan harus seperti biasa, diundi.
            Duh, laper sekali mommy…! Jam berapa sekarang? Jam sebelas malam, bikin mie rebus ah….,
            “Astaggaaa… eh, maaf… maaf…”
            Venska kaget ketika menyalakan lampu kamar tamu. Sepasang makhluk berlainan jenis ada di kursi pojok. Rapet banget. Lengket seperti perangko dan amplop. Mereka tampaknya juga kaget, seketika menjauh satu sama lain ketika lampu terang benderang. Mbak Ade dan pacarnya.
            Venska memang cantik bak pualam. Kulitnya putih dan matanya kecoklatan dengan rambut keriting agak pirang. Pacar Mbak Ade memelototinya, seperti Arman tadi siang. Mbak Ade sampai mencubitnya keras-keras. Venska tertawa dalam hati. Habis ini pasti perang deh. Sukurin!! Salahnya sendiri melanggar peraturan. Semestinya jam sepuluh malam sudah tidak boleh ada tamu lagi. Dasar!!
***

Untuk part ke-2 nya ditunggu ja ya sobat. Upss… jangan lupa komentarnya ya…^_^