Kenali Allah saat kamu senang, niscaya Dia akan mengenalimu di saat kamu susah. (H.R. Ahmad, Tirmidzi, Hakim, dan Baihaqi)
Petikan
Hadits tersebut dikemukakan oleh Ibnu Abbas, saat membonceng Rasulullah
Shollallohu ‘Alaihi Wasallam di belakang ontanya. Kesempatan baik ini tidak
disia-siakan Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam untuk memberikan pelajaran
kepada anak pamannya itu tentang Allah Subahanahu Wa Ta’ala dan keagungan
dzikir. Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam memulai pelajarannya dengan
menyebut, “Ya Ghulam, wahai anak muda.”
Panggilan
itu sangat tepat karena Ibnu Abbas saat itu masih belia, menjelang dewasa.
Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam tak hanya sekali ini memberikan
pengajaran tentang berbagai hal yang terkait dengan Islam kepada Ibnu Abbas,
hingga kelak ia menjadi mufassir handal yang menjadi rujukan para ahli tafsir
di sepanjang zaman.
Secara
lengkap Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Hai anak muda, sesungguhnya aku akan mengajarkan kepadamu beberapa
pesan berikut: ‘Peliharalah Allah niscaya Dia akan memeliharamu. Peliharalah
Allah niscaya engkau akan menjumpai-Nya di hadapanmu. Kenalilah Allah saat
senang niscaya Dia akan mengenalimu saat kamu susah. Apabila kamu meminta,
mintalah kepada Allah. Apabila kamu meminta pertolongan, mintalah kepada Allah.
Ketahuilah bahwa seandainya suatu umat sepakat untuk member manfaat kepadamu
dengan sesuatu, mereka tidak dapat memberikan manfaat kepadamu, kecuali dengan
sesuatu yang telah ditakdirkan Allah atas dirimu. Seandainya mereka sepakat
menimpakan bahaya kepadamu niscaya mereka tidak dapat menimpakan bahaya
kepadamu, kecuali dengan sesuatu yang ditakdirkan oleh Allah atas dirimu. Qalam
telah diangkat dan lembaran telah kering.” (Riwayat Tirmidzi)
Hadits
ini menjelaskan bahwa telah menjadi hokum alam atau sunnatullah yang tidak akan
ada perubahan selamanya, bahwa barang siapa yang mengenal Allah Subahanahu Wa
Ta’ala pada waktu senangnya, maka Allah akan mengenalinya pada waktu ia sedang
susah. Hukum ini berlaku sepanjang zaman, dari zaman nabi dahulu maupun di
zaman sekarang, bahkan sampai akhir zaman.
Nabi
Ibrahim AS sering menjadi contoh dalam Al Qur’an dalam banyak kebaikan. Sejak
berma’rifat kepada Allah melalui pencarian yang serius. Beliau tak pernah
berhenti mengenali Allah dan bertaqarrub kepada-Nya. Ibrahim AS menajalani
hidupnya dengan senang hati seraya memelihara Allah tetap dalam hatinya. Saat
manusia berpaling dari Allah beliau senantiasa menghadapkan wajahnya dengan
mentauhidkan-Nya. Di saat manusia berbuat syirik, beliau senantiasa
mengesakannya dengan senantiasa memurnikan ibadah hanya kepada-Nya. Lalu
bagaimana Ibrahim AS di saat-saat menghadapi kesulitan?
Saat
Raja Namrud menyalakan api hingga membesar lalu meletakkan Ibrahim pada ketapel
raksasa dan menembakkannya agar jatuh di tengah api yang berkobar tanpa teman,
saudara, keluarga, dan tak seorang penolong pun kecuali Allah. Dalam situasi
kritis itu Nabi Ibrahim AS hanya bias pasrah dan berserah diri kepada Allah
seraya berdoa:
”Cukuplah Allah sebagai penolong kami
dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.” (Ali Imran[3]:173).
Allah
telah menyelamatkan Ibrahim di tengah kobaran api. Tak seinci kulit yang
terkelupas. Tak sehelai rambut pun yang terbakar.
Sekalipun kita bukan nabi dan rasul,
Allah Subahanahu Wa Ta’ala telah menjanjikan pertolongan dan bantuan jika kita
beriman kepadanya. Jika mengingat-Nya di saat suka cita, Allah akan mengenal
kita di saat duka cita. Wallahu ‘alam.
Sumber: Suara Hidayatulla, edisi 3|XXVII|Juli 2014