Jumat, 12 Desember 2014

Kenali ALLAH Saat Suka dan Duka


Kenali Allah saat kamu senang, niscaya Dia akan mengenalimu di saat kamu susah. (H.R. Ahmad, Tirmidzi, Hakim, dan Baihaqi)
Petikan Hadits tersebut dikemukakan oleh Ibnu Abbas, saat membonceng Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam di belakang ontanya. Kesempatan baik ini tidak disia-siakan Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam untuk memberikan pelajaran kepada anak pamannya itu tentang Allah Subahanahu Wa Ta’ala dan keagungan dzikir. Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam memulai pelajarannya dengan menyebut, “Ya Ghulam, wahai anak muda.”
Panggilan itu sangat tepat karena Ibnu Abbas saat itu masih belia, menjelang dewasa. Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam tak hanya sekali ini memberikan pengajaran tentang berbagai hal yang terkait dengan Islam kepada Ibnu Abbas, hingga kelak ia menjadi mufassir handal yang menjadi rujukan para ahli tafsir di sepanjang zaman.
Secara lengkap Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Hai anak muda, sesungguhnya aku akan mengajarkan kepadamu beberapa pesan berikut: ‘Peliharalah Allah niscaya Dia akan memeliharamu. Peliharalah Allah niscaya engkau akan menjumpai-Nya di hadapanmu. Kenalilah Allah saat senang niscaya Dia akan mengenalimu saat kamu susah. Apabila kamu meminta, mintalah kepada Allah. Apabila kamu meminta pertolongan, mintalah kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu umat sepakat untuk member manfaat kepadamu dengan sesuatu, mereka tidak dapat memberikan manfaat kepadamu, kecuali dengan sesuatu yang telah ditakdirkan Allah atas dirimu. Seandainya mereka sepakat menimpakan bahaya kepadamu niscaya mereka tidak dapat menimpakan bahaya kepadamu, kecuali dengan sesuatu yang ditakdirkan oleh Allah atas dirimu. Qalam telah diangkat dan lembaran telah kering.” (Riwayat Tirmidzi)
Hadits ini menjelaskan bahwa telah menjadi hokum alam atau sunnatullah yang tidak akan ada perubahan selamanya, bahwa barang siapa yang mengenal Allah Subahanahu Wa Ta’ala pada waktu senangnya, maka Allah akan mengenalinya pada waktu ia sedang susah. Hukum ini berlaku sepanjang zaman, dari zaman nabi dahulu maupun di zaman sekarang, bahkan sampai akhir zaman.
Nabi Ibrahim AS sering menjadi contoh dalam Al Qur’an dalam banyak kebaikan. Sejak berma’rifat kepada Allah melalui pencarian yang serius. Beliau tak pernah berhenti mengenali Allah dan bertaqarrub kepada-Nya. Ibrahim AS menajalani hidupnya dengan senang hati seraya memelihara Allah tetap dalam hatinya. Saat manusia berpaling dari Allah beliau senantiasa menghadapkan wajahnya dengan mentauhidkan-Nya. Di saat manusia berbuat syirik, beliau senantiasa mengesakannya dengan senantiasa memurnikan ibadah hanya kepada-Nya. Lalu bagaimana Ibrahim AS di saat-saat menghadapi kesulitan?
Saat Raja Namrud menyalakan api hingga membesar lalu meletakkan Ibrahim pada ketapel raksasa dan menembakkannya agar jatuh di tengah api yang berkobar tanpa teman, saudara, keluarga, dan tak seorang penolong pun kecuali Allah. Dalam situasi kritis itu Nabi Ibrahim AS hanya bias pasrah dan berserah diri kepada Allah seraya berdoa:
”Cukuplah Allah sebagai penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.” (Ali Imran[3]:173).
Allah telah menyelamatkan Ibrahim di tengah kobaran api. Tak seinci kulit yang terkelupas. Tak sehelai rambut pun yang terbakar.
Sekalipun kita bukan nabi dan rasul, Allah Subahanahu Wa Ta’ala telah menjanjikan pertolongan dan bantuan jika kita beriman kepadanya. Jika mengingat-Nya di saat suka cita, Allah akan mengenal kita di saat duka cita. Wallahu ‘alam.
Sumber: Suara Hidayatulla, edisi 3|XXVII|Juli 2014